Rabu, 04 Desember 2013

NAPZA (NARKOTIKA PSIKOTROPIKA & ZAT ADIKTIF)


A. Pengertian NAPZA
Narkotika adalah Zat atau obat yang berasal dari tanaman/bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan. (UU. No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika).
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikotropika melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. (UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika).
Zat Adiktif adalah semua zat yang jika dimasukan ke dalam tubuh manusia, baik diminum, dihirup, maupun disuntikan, akan menimbulkan ketergantungan (adikasi) dengan efek berupa mengubah pikiran, mengubah suasana hati atau perasaan, dan mengubah perilaku baik seseorang menjadi tidak baik.


B. Mengetahui Bahaya NAPZA
1. Jenis-Jenis NAPZA
Terdapat beberapa jenis NAPZA yang diatur dalam undang-undang RI, yaitu:
a. Pasal 2 UU. No 22 Tahun 1997 mengelompokkan Narkotika menjadi 3 golongan, yaitu :
1) Golongan I, meliputi: tanaman papaver somniverum, opium, tanaman koka-daun koka-kokain mentah-kokaina, ganja, heroin-morphine dan putau.
2) Golongan II, meliputi : Alfesetilmetadol, Benzetidin, Betametadol. Contoh istilah yang dikenal masyarakat : Morfin, petidin dan metadon.
3) Golongan III, meliputi : Asetihidroteina, Dokstroprosifem, Dihidro-kodenia (Kodein).
b. Pasal 2 UU. No. 5 Tahun 1997 mengelompokkan Psikotropika menjadi 4 golongan, yaitu :
1) Golongan 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, meliputi: MDMA (Ectasy), N-etil MDA, MMDA yang terdapat kandungan ectasy.
2) Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, meliputi : Amfetamina (Sabu-sabu), Deksamfetamina, Fenetilena.
3) Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan, meliputi : Amobarbital, Buprenorfina, Butalbital.
4) Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan, meliputi : Diazepam (Nipam/ BK/ Magadon), Nitrazepam.
c. Zat adiktif
1. Alkohol
Minuman keras adalah minuman beralkohol tetapi bukan obat, yang terbagi dalam tiga golongan. Golongan A berkadar alkohol 1-5 %, Golongan B berkadar alkohol 5-20 %, Golongan C berkada alkohol 20-45 %.
2. Inhalasi (gas yang di hirup) dan solvan (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organic, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin yang sering disalah gunakan adalah : Lem, Tiner, Penghapus cat kuku, bensin.
3. Tembakau. Penggunaan tembakau yang mengandung nikotin sangat luas terjadi di kalangan masyarakat. Upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, rokok dan alcohol harus menjadi bagian yang harus diprioritaskan, karena rokok dan alcohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan napza lain yang berbahaya.
2. Pengaruh dan akibat NAPZA
Penggunaan napza terlalu berlebihan akan menggaggu salah satu fungsi, baik fisik, psikis maupun sosial. Gangguan fisik berarti gangguan fungsi atau penyakit pada organ-organ tubuh seperti penyakit hati, jantung HIV/AIDS. Gangguan psikologis meliputi cemas, sulit tidur, depresi. Wujud gangguan fisik dan psikologis tergantung pada NAPZA yang digunakan. Gangguan sosial meliputi tidak baiknya hubungan dengan orang tua, teman sekolah, pekerjaan, keuangan dan berurusan dengan polisi.
Adapun pengaruh dan akibat NAPZA terhadap para pecandu dapat dirinci sebagai berikut :
a. Pengaruh Narkotika, Psikotropika dan minuman keras antara lain :
1) Depresant yaitu mengendurkan atau mengurangi aktivitas atau kegiatan susunan syaraf pusat, sehingga dipergunakan untuk menenangkan syaraf seseorang untuk dapat tidur/istirahat.
2) Stimulant yaitu meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat sehingga merangsang dan meningkatkan kemampuan fisik seseorang.
3) Halusinogen yaitu menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak riel atau khayalan-khayalan yang menyenangkan.

b. Akibat yang ditimbulkan bagi para penyalahgunaan NAPZA yang sudah adict atau kecanduan antara lain :
1) Narkotika mengakibatkan :
• Merusak susunan syaraf pusat, organ tubuh, seperti hati dan ginjal.
• Menimbulkan penyakit kulit, seperti bintik merah dan kudis.
• Melemahkan fisik, moral dan daya fikir.
• Cenderung melakukan penyimpangan sosial, seperti berbohong, merusak, berkelahi, free seks dan lain-lain.
• Karena kecanduan, untuk memperoleh narkotika dilakukan dengan menghalalkan segala cara dimulai dengan mengambil barang milik sendiri, keluarga, menodong, merampok dan sebagainya.
2) Psikotropika, terutama ecstasy dan sabu-sabu, mengakibatkan :
• Efek farmakologi : meningkatkan daya tahan tubuh, kewaspadaan, menimbulkan rasa nikmat, bahagia semu, menimbulkan khayalan, menurunkan emosi.
• Efek samping : muntah dan mual, gelisah, sakit kepala, nafsu makan berkurang, denyut jantung meningkat, kejang-kejang, timbul khayalan menakutkan, jantung lemah, hipertensi, pendarahan otak.
• Efek lain : tidur berlama-lama, depresi, apatis terhadap lingkungan.
• Efek terhadap organ tubuh : gangguan pada otak, jantung, ginjal, hati, kulit dan kemaluan.

3) Minuman keras, berakibat antara lain :
• Gangguan fisik : gangguan dan kerusakan pada hati, jantung, pankreas, lambung dan otot.
• Gangguan jiwa : gangguan otak/daya ingatan, kemampuan belajar menurun, mudah tersinggung, mengasingkan dari lingkungan dsb.
• Gangguan Kamtibmas : akibat minuman keras akan menekan pusat pengendalian seseorang, sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan agresif, yang kemudian diekspresikan dengan cara-cara yang melanggar norma yang mengarah kepada tindakan kriminal.
3. Bahaya penyalahgunaan NAPZA.
a. Bahaya terhadap diri pemakai.
1) NAPZA mampu mengubah kepribadian si korban secara drastis seperti menjadi Pemurung, pemarah dan melawan terhadap siapapun.
2) Menimbulkan sifat masa bodoh sekalipun terhadap dirinya sendiri, seperti tidak lagi memperhatikan sekolah, rumah, pakaian, tempat tidur dan sebagainya.
3) Menurunnya semangat bekerja dan bisa bersikap seperti orang gila.
4) Tidak ragu untuk melanggar norma masyarakat, hukum, dan agama.
5) Tidak segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau rasa ketergantungan pada obat bius, yang berakhir dengan kematian.
b. Bahaya terhadap keluarga.
1) Tidak lagi menjaga sopan santun di rumah bahkan melawan kepada orang tua dan tidak segan untuk melakukan kekerasan.
2) Kurang menghargai harta milik keluarga seperti mengendarai kendaraan tanpa perhitungan, rusak atau menjadi hancur sama sekali.
3) Mencemarkan nama keluarga karena ulah perbuatannya.
4) Menghabiskan biaya yang besar untuk perawatan dan pemulihannya.
c. bahaya terhadap lingkungan masyarakat.
1) Tidak segan-segan melakukan tindak pidana seperti mencuri milik orang lain yang ada disekitarnya demi memperoleh uang untuk membeli narkoba.
2) Menganggu ketertiban umum, seperti mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi.
d. bahaya terhadap bangsa dan negara.
1) Rusaknya generasi muda pewaris bangsa yang seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet sebagai generasi penerus.
2) Hilangnya rasa patriotisme cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara Indonesia, yang pada akhirnya akan memudahkan pihak lain untuk menghancurkan bangsa dan negara.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan secara berkala atau terus menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan kesehatan jasmani mental dan kehidupan sosial.
Endang Supratiningsih dalam tulisannya menjelaskan bahwa terdapat dua faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan NAPZA, yaitu 1) faktor individual ; dan 2) faktor lingkungan (keluarga, sekolah dan teman sebaya).

1. Faktor Individual (kepribadian)
Pada remaja, bisaanya penyalahgunaan NAPZA diawali dari adanya konsep diri yang negative, kepribadian yang tidak matang, perkembangan emosi yang terhambat, rendahnya pendidikan agama, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi. Kondisi tersebut akan menggiring seseorang remaja untuk memecahkan masalahnya dengan cara melarikan diri dari masalah tersebut. Dengan demkian maka dia akan melihat bahwa NAPZA adalah satu-satunya pemecahan masalah.

2. Faktor lingkungan
a. Lingkungan keluarga
Baiti Jannati…, demikian yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Makna yang terkandung dalam potongan kalimat tersebut adalah orang tua (ayah dan Ibu) merupakan nahkoda dalam mengendarai bahtera rumah tangga harus menciptakan suasana rumah menjadi “surga” yaitu sebuah tempat yang nyaman, aman, tentram, damai, kondusif, demokratis yang dipenuhi dengan nilai-nilai religi.
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga merupakan tonggak utama dalam menciptakan karakter bangsa yang baik. ayah dan ibu merupakan guru dan pembimbing utama dalam menciptakan anak yang berkualitas. Anak akan menjadi baik jika ayah dan ibu dapat memberikan keteladanan yang baik, demikian sebaliknya. Dadang Hawari berpandangan bahwa keterlibatan seseorang dalam dunia gelap NAPZA tidak terlepas dari peranan orangtuanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalkan :
• Hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis
• Cara mendidik anak yang berbeda oleh kedua orang tua
• Sikap orang tua yang dingin, acuh tak acuh dan otoriter terhadap anak
• Proteksi dan/atau kemanjaan yang berlebihan dari orang tua
• Orang tua jarang di rumah serta jarang berkomunikasi dengan anak
• Sikap kontrol orang tua terhadap anak yang tidak konsisten

b. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak kondusif, tidak dilengkapi dengan tata aturan norma dan nilai (tata tertib sekolah) yang mengikat, kurangnya pengawasan dari tenaga pendidik maupun kependidikan serta kurang adanya koordinasi antara guru, orang tua dan masyarakat sekitar akan menjadi salah satu sarana strategis bagi para siswa (remaja) dalam melakukan praktek penyalahgunaan NAPZA.
Menurut Direktur pembinaan Kesiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Ekodjatmiko Suharso, sebagaimana yang di kutip Endang dalam tulisannya, mengatakan bahwa dari 4 juta siswa SD dan Menengah di Indonesia sekitar 2 juta di antaranya terjangkit penyalahgunaan NAZA (Data tahun 2000). Angka ini merupakan suatu fenomena yang sangat memprihatinkan jika tidak segera ditanggulangi.

c. Lingkungan teman sebaya/peer group
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman dalam mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja. Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olahraga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya.
Selain faktor- faktor tersebut di atas tentunya ketersediaan ruang dan waktu (adanya kesempatan memperoleh) pun menjadi salah satu faktor yang tidak kalah penting dalam menciptakan terjadinya penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan dalam wawancara yang baru-baru dilakukan oleh salah satu stasiun TV swasta terhadap seorang Bandar NAPZA diketahui bahwa para pengedar narkotika menjual barang dagangannya di berbagai institusi pemerintahan, mulai dari lembaga pendidikan tingkat SD sampai pada perguruan tinggi dan bahkan sampai pada sebagian para pejabat negara baik eksekutif, legislative maupun yudikatif. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya berhasil – karena berbagai kendala – juga turut menyuburkan usaha penjualan narkotika di Indonesia.

D. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
Dadang Hawari dalam bukunya “Konsep Agama (Islam) Menanggulagi NAZA)” mengatakan bahwa :
“…Pentingnya peran agama pada pencegahan penyalahgunaan NAPZA telah dikemukakan oleh para pakar antara lain Clinebell (1980), Cancerellaro Larson dan Wilson (1982), Stinnet dan DeFrain (1987), Jacobsen (1987), Kendler (1997), Hawari (1997), Siera dan Vex (2000). Bahkan WHO sendiri pada tahun 1984 telah mervisi devinisi sehat yang semula hanya mencakup tiga aspek yaitu sehat fisik, psikologi dan sosial, maka sejak tahun itu (1984) telah ditambah lagi dengan satu aspek lagi yaitu sehat spiritual…”.

Selanjutnya Hawari mengemukakan bahwa upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA dapat dilakukan melalui hal-hal berikut :
1. Upaya prevensi (pencegahan)
Upaya preventif dapat dilakukan diberbagai lingkungan seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyaakt dan pemerintah. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui :
a. Perlu penanaman nilai-nilai agama pada diri remaja bahwa NAPZA adalah haram hukumnya.
b. Orang tua harus menciptakan kehidupan beragama dalam rumah tangga dengan suasana yang harmonis yang penuh dengan rasa kasih sayang antara ayah, ibu dan anak.
c. Bapak dan ibu guru harus menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan kondusif bagi anak didiknya dengan menerapkan tata tertib sekolah, pengawasan dan koordinasi dengan orang tua/wali dan masyarakat sekitar.
d. Tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pengusaha menciptakan lingkungan sosial yang sehat bagi perkembangan anak / remaja melalui pengawasan lingkungan yang berkelanjutan.
e. Perlu adanya peran pemerintah yang super aktif dalam upaya menciptakan bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari NAPZA. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendirikan lembaga infra dan suprastruktur yang memiliki fungsi pengawasan, melakukan sosialisasi secara terprogram, memberikan contoh keteladan yang baik kepada masyarakat, menciptakan aturan hukum sebagai pedoman bagi masyarakat dan aparat dalam berperilaku dan nelakukan hubungan kerjasama baik bilateral mapun multilateral dalam hal upaya penanggulangan peredaran NAPZA.
2. Upaya Represif, (Penindakan).
Dalam hal ini dibutuhkan adanya political action dari pemerintah terhadap para pelaku kejahatan NAPZA. Adanya tindakan procedural dari aparat penegak hukum terhadap pelaku kejahatan NAPZA sangat diperlukan untuk menciptakan Negara yang bersih, berwibawa dan bermasa depan. Negara tidak boleh pandang bulu dalam memberantas kejahatan NAPZA, siapapun pelakunya harus diperlakukan sama sebagaimana yang dikehendaki undang-undang. Kita sepakat bahwa menangkap, menahan, mempidanakan dengan sanksi minimal sampai hukuman mati terhadap seorang pelaku kejahatan NAPZA akan lebih baik daripada membiarkannya hidup di alam bebas untuk mengkerdilkan dan merusak fisik, mental, dan moral remaja sebagai generasi penerus bangsa.
3. Terapi (detoksifikasi). Metode terapi yang dilakukan harus bersifat holistic yang meliputi terapi medic (pengobatan fisik), psikologi (pengobatan Mental) dan agama (pengobatan rohani) karena NAPZA bekerja dan merusak fungsi kognitif, psikomotor dan afektif pengguna.
4. Rehabilitasi atau pemulihan. Rehabilitasi dilakukan setelah seorang penderita NAPZA telah menjalani terapi. Rehabilitasi dapat dilakukan baik dalam bentuk medic (pemulihan sinyal penghantar syaraf) pemulihan kejiwaan, pemulihan keimanan, pemulihan fisik, pemulihan ketrampilan dan keonsultasi keluarga secara rutin.
5. Menciptakan keluarga sakinah. Peran orang tua amat penting dalam pembinaan anak/remaja agar memiliki kepribadian yang matang, tangguh dan percaya diri.

Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan nasional yang ditempuh oleh Badan Narkotika Nasional dalam menanggulangi penyelahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkoba dilakukan dengan upaya pencegahan yang berbasis masyarakat, termasuk di dalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.
2. Masalah narkoba merupakan masalah global, oleh karena itu perlu ditingkatkan kerjasama regional dan internasional secara lebih Intensif, dengan membangun kesepakatan-kesepakatan bersama, baik bilateral maupun multilateral.
3. Dalam upaya terapi dan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba, selain menjadi tanggung jawab pemerintah, diberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya tersebut dengan berpedoman kepada standarisasi pelayanan terapi dan rehabilitasi yang ditentukan.
4. Pelaksanaan penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, konsisten dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
5. Pengawasan dan pengendalian narkoba dan Prekursor legal perlu diperketat dan ditingkatkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peyelewengan ke pasaran gelap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar